Naik Gunung

Dieng: Pertama Kali Ikut Open Trip

IMG-20150524-WA0046

Adakah yang kangen sama cerita jalan-jalan atau naik gunung si Dini yang penuh drama??? Kalau ada, berarti kalian sama kayak Bulan.

Jadi beberapa minggu lalu Bulan whatsapp aku, yang isinya mengatakan kalau dia merasa kehilangan karena blog aku sekarang isinya nggak ada travelling-nya. Setelah aku cermati, iya juga sih, wkwkwk. Karena udah jarang jalan-jalan dan beberapa waktu ini lagi kehabisan ide (lebih tepatnya rada males nulis tentang travelling karena butuh ingatan super), jadi tulisan aku cuma berisikan curhatan nggak berfaedah. Kadang curhat, kadang baper, kadang galau, kadang sedih nggak jelas.

Maka dari itu untuk memenuhi keinginan Bulan, aku akan coba mengulang cerita sewaktu pergi ke Dieng. Biar kata gini juga, aku udah pernah ke Dataran Tinggi Dieng. Tempat yang cantiiiiiiikkk banget!

***

Dataran Tinggi Dieng adalah kawasan vulkanik aktif di Jawa Tengah, yang masuk wilayah Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo. Letaknya berada di sebelah barat kompleks Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing.

Dieng memiliki Ketinggian rata-rata adalah sekitar 2.000 m di atas permukaan laut. Suhu berkisar 12—20 °C di siang hari dan 6—10 °C di malam hari. Pada musim kemarau (Juli dan Agustus), suhu udara dapat mencapai 0 °C di pagi hari dan memunculkan embun beku yang oleh penduduk setempat disebut bun upas (“embun racun”) karena menyebabkan kerusakan pada tanaman pertanian.

Secara administrasi, Dieng merupakan wilayah Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara dan Dieng (“Dieng Wetan”), Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Wilayah ini merupakan salah satu wilayah paling terpencil di Jawa Tengah (Sumber dari Wikipedia).

***

Jum’at, 01 Mei 2015

Setelah ngerayu Ibu dan Bapak pakai rayuan super, akhirnya aku diperbolehkan untuk pergi ke Dieng. Sebenarnya udah dari awal tahun ini aku pengen banget kesana. Tapi apa daya, belum ada ajakan.

Sampai akhirnya si Bulan (teman kantor yang udah resign) nawarin open trip ke Dieng sekitar sebulan sebelum acara. Selotrip nama pencetus open trip-nya. 500 ribu rupiah biayanya. Itu udah termasuk tenda, biaya makan selama disana, dan karcis masuk tempat wisata yang meliputi Telaga Warna, Kawah Sikidang, Candi Arjuna dan Gunung Prau.

Berhubung harga segitu murahhh banget, akhirnya aku okein ajakan Bulan.

Dan disinilah kami berada, di dalam Metro Mini dari Mencong menuju Blok-M.

“Jadi nanti kita janjian sama Baim di Mampang,” kata Bulan.

“Terus?”

“Abis itu baru ketemuan sama yang lain. Kayaknya trip ini ramean deh, sekitar 12-15 orang gitu,” jelas Bulan panjang lebar.

Aku yang emang nggak suka trip ramean jadi males. “Mau naek gunung apa tawuran? Rame amat!”

“Hyeh, biar irit coy. Kalo semakin rame orangnya kan semakin murah biayanya.”

“Iya juga sih.”

Sampai Blok-M, kami berganti kopaja menuju Mampang. Ternyata pas di Mampang, Baim belum datang. Kami jajan dulu aja di AW, sambil nungguin kabar dari Baim.

Setelah kami selesai makan, Baim muncul di AW. Dengan sandal gunung, celana bahan, tanpa bawa keril. Aku mulai curiga lah disitu. Sampai akhirnya Baim ngaku kalau… Dia nggak jadi ikut ke Dieng!

Nah lho, Baim yang nawarin, dia juga yang nggak jadi ikutan karena akhir bulan dia mau ke Rinjani. Sedangkan aku dan Bulan udah bawa-bawa daypack, udah beli jajanan dan perlengkapan untuk naik gunung, masa iya harus ikutan batal juga. Itu kan namanya Baim nggak bertanggung jawab!

“Tapi tenang aja, kalian berdua udah gue titipin kok. Ada sodara gue juga ikutan, cowok. Bisa lah jagain kalian berdua,” dengan entengnya Baim ngomong gitu. Muka Bulan udah nggak enak, muka aku apalagi, asem-seasem-asemnya.

Setelah selesai makan dan Baim kelar bantuin packing ulang daypack kami (mungkin karena dia merasa bersalah), akhirnya kami bertiga naik jembatan penyebrangan dan ketemu sama Sandy alias sodaranya Baim. Enaknya main sama Bulan, dia itu orangnya rada preman bin tomboy, jadi gampang akrab sama orang. Sedangkan aku orangnya pemalu (ngok, langsung disiram bensin sama Bulan).

Kami berempat jalan menuju warteg di belokan jalan untuk bertemu dengan Qin dan Ikmal (orang dari Selotrip). Mungkin Alloh dengar do’a aku kali ya, tiba-tiba Qin ngomong gini… “Maaf ya temen-temen, jadinya trip kali ini cuma ada kita doang. Yang lain pada ngebatalin. Gimana nih? Kalo gue sama Ikmal sih tetep jalan.”

Aku dan Bulan saling berpandangan. Kemudian tetap ikutan jalan biarpun dalam hati ngerasa takut karena belum kenal sama tiga cowok itu.

Selesai Qin dan Ikmal makan, kami menyebrang jalan menuju PO Sinar Jaya. Kalau dari PO Mampang menuju Wonosobo, kami harus membeli tiket seharga Rp 90.000 tetapi transit dulu di Cibitung (kalau nggak salah).

“Berhubung kita cuma berlima, share cost aja deh nggak usah bayar 500 ribu,” kata Qin sambil menunggu bus.

Sekitar pukul 17.30 WIB, bus datang dan langsung diserbu. Suasana bus sore ini sangat ramai, mungkin karena weekend.

Sepanjang perjalanan kami cuma tidur, sampai akhirnya berhenti di rumah makan dan menurunkan semua barang bawaan kami. Katanya sih kalau mau ke Wonosobo, harus ganti bus disini.

Sholat udah, numpang charge hp udah, tapi bus belum datang. Akhirnya sekitar pukul 20.00 WIB, bus yang menuju Wonosobo datang juga. Kami diminta duduk di bangku paling belakang. Tadinya sih aku mau bantu pak kenek yang ngangkut keril, tapi dia keburu marahin aku (nganggep aku nggak mau nolong) jadi aku langsung jalan aja ke belakang, terserah dia mau marah juga (jahatnya si dini).

Bus semakin dingin karena kacanya dibuka, aku dan Bulan langsung tidur nggak lama setelah naik bus. Kadang bangun, kadang tidur, kadang pindah tempat duduk.

***

Sabtu, 02 Mei 2015

“Itu gunung apa deh?” tanyaku begitu membuka mata. Langit masih agak gelap dan sekilas aku lihat gunung dibalik kaca bus.

“Mana? Nggak ada! Ngigo lu yak?!” protes semua orang.

“Ada kok,” kataku pelan. Tapi pas nengok pemandangan gunung yang tadi aku lihat berubah jadi pohon dan rumah penduduk. Jangan-jangan aku beneran ngigo kali ya.

Tidak lama, sampailah kami di terminal Wonosobo. Aku turun bus, kemudian melihat pemandangan ujung dan berteriak. “Tuh kan, gue nggak ngigo. Tuh liat ada gunung!”

“Bhahahaha, iyaiyaiyaaa.”

Sarapan selesai, selanjutnya kami naik mobil elf menuju Dieng. Jalurnya tuh naik turun gitu. Dan ramai!

Taraaa! Sampailah kami di Dieng, tapi kami nggak foto ditulisannya dong. Entah lupa atau emang sok sibuk.

Perjalanan pertama kami ke Telaga Warna dengan naik ojek. Aku dan Bulan di satu ojek sedangkan yang lain naik ojek sambil bawa tas. Berhubung tas kami rata-rata gede, kami menitipkan tas tersebut di tempat pembelian tiket.

Petama kali masuk, dipenuhi sama abege abege labil berbaju seksi dan beberapa badut serta pengamen. Pemandangan awal berupa rawa-rawa yang cantik.

CIMG1008.JPG

Lalu memasuki hutan, ada banyak goa di dalamnya. Kami berjalan sampai di goa yang paling ujung.

CIMG1003.JPG

Karena tujuan kami untuk mengelilingi Telaga Warna ini, kami kembali lagi ke rawa-rawa yang pertama, kemudian masuk ke jalur sempit untuk trekking. Ikmal bilang sih anggep aja pemanasan sebelum naik ke Prau.

Bukan seberapa jauh trekking-nya sih, tapi jalurnya itu lho… Becek banget! Dipenuhi lumpur, jalan sedikit kaki kependem. Pas angkat kaki, lumpurnya cipratin orang.

Untungnya setelah 15 menitan menerjang lumpur, jalur kembali kering. Kami berjalan terus sampai bertemu dengan taman bunga. Nggak terlalu luas, tapi cantik.

CIMG1019

Setelah taman bunga, nggak jauh lagi ada bukit-bukit yang berwarna putih. Mungkin bukit kapur. Dan danau yang mirippp banget sama Ranu Kumbolo di Gunung Semeru.

CIMG1023.JPG

Setelah mengelilingi Telaga Warna, kami kembali naik ojek menuju Kawah Sikidang yang lokasinya nggak terlalu jauh dari Telaga Warna.

Untuk mencapai Kawah yang meletup-letup (bahasa benernya apa sih), kami harus berjalan melewati bebatuan yang masih mengeluarkan asap dan belerang.

CIMG1036.JPG

Jalan lumayan jauh sambil bawa daypack itu rasanya… ya udah pasrah aja sambil nganggep kalau ini latihan trekking tahap 2.

Kawah Sikidang selesai, selanjutnya kami menyewa mobil menuju Candi Arjuna yang lokasinya agak jauh dari Kawah Sikidang. Bagian paling untung, yaitu sewaktu Qin bilang kita nggak usah patungan buat sewa mobil. Alhamdulillah ya.

CIMG1047

Sore hari, kami balik lagi menuju Patak Banteng untuk mendaki Gunung Prau. Rencananya kami mau kemping disana, dan balik lagi ke Jakarta keesokan hari.

Kami berganti pakaian sebelum mendaki, dan kayaknya sih bakalan ramai banget di Prau. Ikmal dan Qin bilang, kami akan mendaki Gunung Prau via Patak Banteng yang memiliki waktu tembuh paling cepat, yaitu sekitar 2 jam.

2 jam doang, itu mah lebih cepat dari Gunung Papandayan.

Persiapan selesai, kami berdo’a sebelumnya. Kemudian mulai menapaki undakan tangga diantara rumah warga.

Ungkapan ‘2 jam doang’ tadi berubah jadi… Ampun nih tangga!

Pelajaran 5 menit setelah mendaki, jangan remehin waktu tempuh 2 jam karena kita nggak tau akan ada medan seperti apa yang menghadang.

Selepas anak tangga, jalur mulai didominasi oleh perkebunan, kemudian jalan aspal agak lebar yang mulai rusak. Harusnya sih jalur begini aman, tapi naik terus tanpa ampun. Nggak ada jalur datar sedikitpun. Sesekali aku dan Bulan berhenti untuk istirahat, dan sempat duduk dipinggir jalan juga. Engap!

Pos I

Istirahat sebentar, lalu lanjut lagi.

Kali ini kami melewati jalur setapak yang ada ditengah perkebunan sayur warga. Ya namanya juga kebun sayur, jadi tanamannya pendek-pendek dan bikin pemandangan sekitarnya terlihat. Sepanjang perjalanan aku cuma nunduk, takut mual kalau lihat jalanan turun begitu.

Ada warung kecil di kiri jalur. Kami sempat berhenti dan jajan es nutrisari sebelum melanjutkan perjalanan. Lumayan kan buat iseng sampai menuju Pos II.

Pos II

Selepas Pos II, jalur mulai memasuki hutan dan mual aku berkurang karena pemandangan terhalang pohon. Meskipun jalur menanjak cukup terjal, tapi masih ada pepohonan untuk pegangan. Kondisi cukup aman sampai Pos III.

Pos III

Pemandangan hutan nggak berlangsung lama karena… menuju atas itu botak! Maksudnya nggak ada pohon sama sekali untuk pegangan. Jadi biarpun berupa undakan tangga, sama aja boong!

Berkali-kali aku minta bantuan Ikmal atau Sandy untuk naik. Lihat samping dikit, ada jurang mengaga di kanan dan kiri. Meskipun pemandangannya cantik, tapi bikin kaki aku gemeter. Oiya, sejak naik awal tadi aku tukeran tas dan jadi bawa ranselnya Qin. Lumayan lah jadi enteng.

IMG-20150704-WA0020.jpg

Setelah mengalami kaki gemetar di sepanjang undakan tangga, nggak lama kami memasuki hutan kecil. Lalu sampailah di ujung hutan. Taraaaaa! Puncak Gunung Prau!

Ekspektasi awal, aku akan melihat Gunung Sindoro dan Sumbing yang berdampingan, menikmati secangkir kopi sore dari depan tenda dengan pemandangan cantik. Tapi apa daya karena sejak di Pos III tadi, kabut turun dan menyebabkan pemandangan di sekitar kami hanya berupa kabut putih. Sedih yak 😥

Para pria mendirikan tenda, langit juga mulai gelap.

CIMG1062.JPG

Karena kabut dan angin semakin kencang, kami masuk ke dalam tenda setelah selesai makan. Alhamdulillah kenyang. Aku dan Bulan berjalan ke ujung untuk cari lapak. Nyebelinnya malam ini Gunung Prau sangat ramai. Bahkan untuk cari lapak buang air kecil aja harus jalan dulu ke ujung. Udah sampai ujung, eh pas nengok ke atas ada cahaya senter.

Setelah kondisi aman, kami berdua buru-buru menyelesaikan dan kembali ke tenda sambil berjalan pelan melewati tenda-tenda orang lain yang jaraknya saling berhimpitan.

Berhubung angin semakin kencang, kami semua memilih untuk tidur dan nggak mendengarkan suara-suara ramai di luar.

Sekitar pukul 23.00 WIB, orang-orang pada bersorak kegirangan. katanya sih jam segitu kabut udah reda dan cuaca cerah. Katanya…

Kalau kami mah tetep, lebih milih tidur!

“Bang, bang, bangun. Kita benahin tenda yok. Matahari udah mau nongol nih, malu tenda kita reyot,” kata Ikmal sambil ngebangunin Sandy.

Aku dan Bulan udah nggak ngantuk, maka kita berdua ikutan keluar tenda dan malah duduk manis sambil lihat pemandangan. Siluet Gunung Sindoro dan Sumbing yang berdampingan, city light, angin yang sepoi-sepoi.

Dengan penuh inisiatif Ikmal bikinin kami roti bakar setelah selesai benahin tenda. Kami makan dengan lahap sampai Ikmal bilang gini… “Oh iya, tadi sebelom bakar roti, gue udah elap tangan belom sih?”

Lalu kamipun ilfil pada roti bakar tersebut.

Langit mulai terang, kami mencari posisi untuk melihat sunrise. Sebenarnya tenda kami yang di pinggir ini udah cukup strategis. Tapi menjelang sunrise, banyak orang yang kemudian ikutan berdiri di depan tenda kami. Dengan sengaja aku dan Ikmal berdehem supaya mereka menyingkir (bhahaha, jahat amat yak).

IMG-20150524-WA0060.jpg

Merasa kalau depan tenda kami mainstream, kami pun pergi ke bukit-bukit yang ada di ujung, sekalian mencari spot foto lain.

Matahari mulai terik, pemandangan luar biasa indah dan cerah. Bersyukur badai semalam masih menyisakan cerah pagi ini. Nggak seperti temanku yang datang seminggu setelah kami, full 2 hari penuh kabut.

IMG-20150524-WA0067

Kami keliling bukit, lalu berhenti di bukit yang jarang ditempati orang. Matahari pun udah terik, namum masih menyisakan hawa dingin. Nggak lupa kami sekalian mencari lapak untuk… Ya, you know lah, bhahaha. Ngeselinnya, biarpun Prau itu luas banget banget banget, tetep aja ya kalau mau cari lapak susah. Udah ke ujung, eh dari atas bukit ada orang.

CIMG1079.JPG

Puas berkeliling (padahal mah cuma ke bukit sebelah), kami kembali ke tenda dan bersiap untuk makan pagi dirapel makan siang, sebelum kami turun gunung.

Selesai makan aku dan Bulan malah tiduran di depan tenda sambil lihat pemadangan yang cerah dan cantik banget.

CIMG1083.JPG

Menjelang siang, kami merapikan semua barang bawaan dan membersihkan sampah yang ada di sekitar tenda kami.

Selesai berdo’a, kami mulai jalan turun dan sesekali menyapa orang yang kami lewati karena suasana yang mulai sepi. Kebetulan saat itu ada pendakian massal dari komunitas apa gitu, lupa namanya.

Kalau orang-orang mah senang sewaktu turun gunung, tapi kalau buat aku, turun gunung = mual! Gimana caranya aku harus turun dengan menunduk terus merhatiin jalur, sedangkan kalau aku menoleh ke atasnya jalur, ada jurang menganga. Ada bagian dimana komunitas itu turun menggunakan tali, aku di tawari sih, tapi aku nolak karena aku nggak suka turun sambil pegang tali gitu. Nikin nggak fokus sih soalnya.

Padahal kalau lihat pemandangan sepanjang jalur turun mah, cakeppp!!!

CIMG1091

SROSOTTT!!!

Tiba-tiba Ikmal terpeleset saat kami melewati jalan setapak di tengah perkebunan warga, jalur kecil menuju Pos I.

“Bhahahahaha,” aku menertawakan Ikmal yang kepeleset.

Lalu tiba-tiba… SROSOTTT!!!

Aku ikutan kepeleset juga dong.

“Bhahahaha, emang enak! Makanya jangan ngetawain gue, bhahahahahaha!” teriak Ikmal sambil tertawa kencang.

Aku cuma manyun sambil berdiri lagi dan melanjutkan perjalanan sambil sesekali membersihkan tanah yang menempel.

Pos I selesai, kami kembali melewati jalur setapak sebelum sampai di undakan tangga. Tapi sekali lagi, Ikmal jatuh terpeleset saudara-saudara!

“BHAHAHAHAHAHA,” aku kembali menertawakan Ikmal, kali ini lebih kencang karena melihat Ikmal jatuh untuk kedua kalinya.

Tapi belum sempat Ikmal protes, aku udah keburu kepeleset (lagi). Meledaklah tawa Ikmal. kemudian yang lain cuma geleng-geleng kepala melihat kelakuan aku dan Ikmal. Emang benar ya, jangan suka ngejahatin orang lain karena akan dibalas oleh Yang Maha Kuasa.

“Apaan sih lu berdua!” kata Bulan dengan nada sinis.

Sedangkan aku cuma manyun sambil ngebersihin tanah yang menempel di celana. Sama nepuk-nepuk kaki yang baru berasa pegalnya.

Sampai di basecamp, kami berganti pakaian dan membersihkan tanah yang menumpuk di sepatu. Kami packing ulang, kemudian berjalan ke arah jalan raya mencari angkutan berjenis elf untuk menuju Terminal.

Aku sempat membeli manisan carica beberapa kotak, dan ternyata itu ide buruk! Karena sumpah ya, berat banget! Tau gitu mah aku nggak usah beli banyak-banyak, wkwkwk.

Kami kembali ke Terminal, lalu naik bus soaudaranya Sinar Jaya (lupa nama bus-nya) menuju Lebak Bulus. Sepanjang perjalanan kami cuma tidur dan saling kirim-kiriman foto sampai malam hari.

Paginya, kami udah sampai di Lebak Bulus. Aku dan Bulan berpamitan dengan ketiga pria itu, kemudian berjanji untuk ketemu lagi atau main bareng lagi kapan-kapan.

Aku dan Bulan pun melanjutkan perjalanan menuju Blok M dengan perut keroncongan. tadinya kami udah kelaparan sampai di Lebak Bulus, tapi belum ada tukang jualan, jadilah kami menahan lapar dengan kondisi lalu lintas yang macet di hari Senin.

KFC seberang Blok M Plaza pun jadi saksi bagaimana kami dengan brutalnya menarik dan menelan, serta menggeragot tanpa pri ke-ayam-an. Baru kali itu aku merasa amat sangat lapar!

Setelah selesai makan dan jalanan udah nggak terlalu macet, kami berdua pulang ke Ciledug dengan menaiki Metro Mini, sambil mengeluhkan kenapa manisan Carica di daypack aku makin lama main berat!

***

Alhamdulillah ya kelar juga tulisan tentang naik-naik ke puncak gunung.

Ini adalah request spesial dari Bulan, dan aku persembahkan untuk Bulan serta ketiga pria yang udah mengikuti Open Trip saat itu. Tapi aneh juga sih menyebut ini sebagai Open Trip, karena cuma berisi 5 orang dan bayar sendiri-sendiri.

Untuk yang lagi hobi naik gunung, nikmatilah selagi ada waktu dan biaya buat liburan. Soalnya kalau lagi memasuki tahap serius, mau naik gunung atau jalan-jalan juga mikir dulu, wkwkwk (lah malah curhat).

Oke, selamat liburan semua 🙂

28 thoughts on “Dieng: Pertama Kali Ikut Open Trip

  1. Aku waktu ke prau ngga lewat patak banteng karena katanya walaupun cepat tapi jalurnya terjal, alhasil malah lewat patak dieng yg 2 kali lebih panjang km nya 😂😂 tapi seru yaa, naik gunung itu capek tapi pemandangannya yang didapat worth it lah

    Like

  2. Uwaaaaa…. salam dari yang selalu wacana pengen naik gunung tapi jalan dari parkiran (kalo lagi ga kebagian parkir dalem dan kudu parkir beberapa ratus meter di pinggir jalan) ke restoran aja ngeluh minta ampun😅

    Seru baca nya. . .😄

    Like

      1. Wehehehe. . Iya pasti rame sih. Kalo gak rame ntar kasian panitianya. 🙂
        Wah, lumayan juga ya. Itunganku udah lumayan jauh itu din. hehehe

        Like

  3. (( memasuki tahap serius )) OKE DINI. HAHAHA. Ku paham.

    Aku gak pernah ikut beginian. Aku emang cupu. Yauda gapapa sik. Sekian.

    Eh lupa, ngetawain orang jatuh, sendirinya jatuh kan? Makanya…

    ….ketawain dalem hati wkk 😛

    Like

Leave a reply to dinimuktiani Cancel reply