Cerpen

#Cerpen: Handphone

IMG-20161015-WA0013

Januari 2017

Semua gara-gara handphone!

Manusia itu aneh ya, handphone cuma benda mati tapi jadi kambing hitam. Ya kayak bantal aja, selalu jadi biang keladi kalau ada yang sakit leher.

Oke, balik lagi ke handphone.

Dea iseng membuka whatsapp di hp Faiz saat mereka main ke rumah pasutri Anggita dan Irvan. Niatnya cuma mau lihat-lihat aja gitu, soalnya sudah tau password hp Faiz. Tapi ternyataaaaaaaa, keisengan itu membuahkan malapetaka.

Dea menemukan sebuah whatsapp dari Dian, mantan gebetannya Faiz.

Sebenarnya nggak begitu waw sih, isinya begini…

Faiz: Jualan kerudung, neng?

Dian: Iya nih bang

Faiz: Berapaan?

Dian: Cepek 3 bang

Faiz: Boleh deh abang pesen, motifnya pilihin aja yang bagus

Dian: Buat siapa bang? Calon ya?

Faiz: Calon abang kan tadinya Dian, eh Diannya enggak mau, wkwkwk

Dian: Yaileh bang

Faiz: Ada deh, buat diajak kondangan nggak malu-maluin pokoknya mah

Dian: Oke bang, nanti Dian kirim ya barangnya

Faiz: Makasih neng

Sudah, seperti itu isi percakapannya. Cuma ya, darah Dea mendidih ketika lihat tulisan ‘Calonnya abang kan tadinya Dian, eh Diannya enggak mau, wkwkwk’.

Kalau aja Dea nggak tau Dian itu siapa, pasti Dea nggak akan sakit ati begini. Mungkin Dea akan menganggap tulisan itu hanyalah keisengan belaka, antar sesama teman aja gitu.

Andai.

Masalahnya, Faiz pernah bercerita secara lengkap tentang Dian. Yha nggak tentang Dian aja sih, tentang semua gebetan dan mantannya juga. Sambil menunjukkan wajah, Faiz memperkenalkan seluruh bagian masa lalunya ke Dea.

Faiz bercerita kalau perempuan berkerudung dan bertubuh tinggi besar itu adalah yang paling sulit ditakhlukan. Mereka pernah dekat, tapi dia seperti tarik ulur. Dia memberi harapan dan bahkan meminta Faiz menghapal sebuah surat di Al Qur’an. Karena Dian, Faiz jadi makin rajin beribadah.

Jadi, wajar kan jika Dea marah?

Perempuan kadang seperti itu ketika ada yang jauh lebih baik darinya, mungkin merasa cemburu? Kesalnya Dea, karena Dian adalah perempuan yang jauh lebih baik darinya.

Bodohnya, whatsapp itu sudah ada sejak awal Desember tahun lalu.

***

“Nih buat kamu? Nanti foto yang cakep yak pake itu, kali aja dijadiin model-modelan buat Ig-nya, wkwkwk” Faiz menyerahkan bungkusan pada Dea.

“Kamu beli beginian?”

“Iya, dagangan temen. Aku beli 3, yang 2 buat kamu, 1 buat Mama.”

Sebenarnya Dea nggak suka dengan bahan kerudungannya yang kaku dan tampak lecek, dan motifnya yang meskipun abstrak terlihat ramai, bukan Dea sekali.

Tapi ya sudah, karena Faiz pesan begitu jadi Dea lakukan.

Dea mengirimkan beberapa foto ala kadarnya karena Dea nggak bisa pakai kerudung bahan gitu, licin genk!

***

Jadi kerudung yang waktu itu?

Dea menggigit bibir, kemudian tanganya refleks melempar hp Faiz. Sialnya, hp itu malah mengenai ujung pelipis Faiz yang masih molor.

Faiz bangun, Dea yang tadinya kesal merasa sedikit bersalah. Nggak seharusnya Dea sejahat itu. Kalau hp Faiz rusak kan, bisa aja dia minta Dea untuk gantiin.

Tau ah bodoamatan, salah sendiri Faiz ngeselin!

“Apaan sih?” tanya Faiz sambil memegang pelipisnya.

Anggita yang sejak tadi memperhatikan diam-diam, kini bengong. Dia nggak menyangka Dea kalau lagi ngambek berubah galak gitu. Bisa-bisa kalau mereka berumah tangga, piring sama gelas beling habis ketika mereka bertengkar.

Dea manyun, Faiz mengambil hp yang tergeletak. Di sana terpampang whatsapp antara Faiz dan Dian. Oh, Dea sedang salah paham.

Anggita dan Irvan turun ke rumah bawah, sepertinya mereka berdua butuh bicara.

“Kamu kenapa sih?”

“Baca aja sendiri!”

“Kan itu pas aku order kerudung ke Dian.”

“Ya terus kalo order kerudung, ada kata-kata kayak gitu? Jadi kamu nyesel karena udah ditolak sama Dian? Atau sebenernya masih ngarepin Dian?”

“Nggak gituuu.”

“TERUS GIMANA???” Dea mulai nge-gas.

“Dia cuma aku anggep adek aja, cuma iseng.”

“Kalo gitu aku juga bisa iseng. Aku tinggal chat siapa kek abang-abangan aku, ngelakuin yang sama. Kan cuma iseng.”

“Nggak gitu, Dea.”

“Aku tinggal whatsapp, bilang… hay kang, apa kabar, sekarang sibuk apa?”

Dibalik wajahnya yang cukup manis dan penurut, sebenarnya Dea adalah seorang pemberontak dan pendendam. Dea akan membalas apapun yang membuatnya sakit hati.

“Maaf. Kamu jangan gitu ya, aku janji nggak akan aneh-aneh lagi biarpun bercanda.” Faiz mengusap ubun-ubun Dea, lebih tepatnya kerudung Dea. Faiz kesal karena handphone-nya dibanting, tapi dia lebih kesal lihat Dea seperti itu. Matanya terlihat terluka, meskipun barusan dia melontarkan ancaman.

Dea hanya gertak sambal. Aslinya dia nggak akan menyapa orang dari masa lalunya, kecuali jika dia disapa terlebih dahulu. Dan Dea sedikit merasa bersalah atas apa yang menimpa handphone Faiz.

Kali ini, Dea memaafkan Faiz. Tapi entah lain kali. Yang jelas Dea akan pergi sejauh yang dia bisa.

Anggita dan Irvan muncul kembali saat suara Dea mereda. Setelahnya Faiz juga mengantar Dea pulang, nggak enak karena udah numpang molor dan berantem di rumah orang.

“Kamu cemburu ya?” tanya Faiz saat mereka di atas motor, di perjalanan Pasar Minggu – Ciledug.

“Apaan sih!”

“Kamu cemburu? Ciyehhh.”

“ENGGAK!!!”

***

Bagaimana dengan cerpen tak jelas ini?

Apakah menghibur di penghujung malam minggu?

Semoga ya. Biarpun kurang greget gitu berantemnya. Kurang seru. Kurang ada adegan tabok-tabokan selayaknya ftv. Yha, mohon bersabar karena di dunia nyata kita nggak boleh bertengkar yes.

SELAMAT MALAM MINGGU, SELAMAT #DIRUMAHAJA

15 thoughts on “#Cerpen: Handphone

Leave a comment